Kamis, 09 Juni 2011

">>> Bekerja Sama Dengan Orang Lain <<<"

TULISAN ini masih terkait isu tentang motivasi seperti yang telah dimuat dalam Kaltim Post (edisi 17, 23, 27 Mei dan 3 Juni, hlm.38). Bayangkan di depan Anda: “Beratus-ratus semut merah sedang menyeret bangkai belalang menuju pintu masuk istananya di dalam tanah.” Dengan instingnya semut bisa bekerja sama, apalagi manusia yang berakal-budi.
Kita hidup dalam dunia yang saling membutuhkan. Tidak ada seorang pun bisa hidup menyendiri tanpa uluran tangan orang lain. Oleh karena itu, kita harus belajar bagaimana cara bekerja sama secara win-win solution (WWS) dengan orang lain. Hal ini tidak selalu mudah, karena setiap orang itu unik, berbeda latar belakang budaya, karakter, kepentingan, dan life history-nya. Namun, orang yang sukses adalah  orang yang mampu menerima keragaman alami manusia semacam itu. Dia mampu  menghargai, menghormati, dan memberdayakan keragaman tersebut menjadi kekuatan baru untuk menjalankan roda organisasi apapun. Kubar adalah rumah kita, yang dihuni oleh puluhan etnik yang beragam. Keragaman etnik itu bukannya penghalang bagi kebersamaan, tapi justeru menjadi penopang rumah kita yang tenteram, harmonis, dan damai.
Ada tiga prinsip yang bisa meningkatkan kemampuan bekerja sama untuk membangun kebersamaan yang aman, tertib dan damai, yaitu: rasa hormat, empati, dan persatuan. Pertama, adalah prinsip rasa hormat. J. F. Kennedy berkata: “Jika kita tidak sanggup mengakhiri perbedaan kita sekarang, setidaknya kita akan dapat membuat dunia aman menerima keragaman.” Dan  J.W. von Goethe mengajarkan, “Perlakukan orang apa adanya, maka dia akan tetap menjadi apa adanya. Perlakukan orang sesuai dengan kemampuannya dan sebagaimana mestinya, maka dia akan menjadi orang yang menunjukkan kemampuannya dan menjadi sosok yang semestinya.”
Jika kita memperlakukan orang lain dengan hormat, maka kita membantunya meraih rasa percaya diri dan mengungkapkan potensi dirinya (yang mungkin selamanya akan terpendam). Membantu seseorang lebih daripada sekadar memberinya tanggung jawab, melainkan menyadarinya agar semakin tahu bahwa Anda mempercayainya. Karena itu, yang terbaik  Anda lakukan untuk orang lain adalah bukan sekadar berbagi kekayaan Anda, melainkan membuatnya menyadari kekayaan dirinya.
Salah satu bentuk rasa hormat terbesar yang bisa kita berikan kepada orang lain adalah persahabatan. Persahabatan yang mau menerima orang apa adanya dan siap mendampinginya pada saat sulit sekalipun. Peribahasa mengatakan, “Yang disebut teman itu adalah orang yang bisa mendengar lagu dalam hatiku dan menyanyikannya bersamaku di saat aku lupa.” Teman yang sejati adalah orang-orang yang setia hadir bersama Anda baik dalam suka maupun duka.
Kedua, adalah prinsip empati. Amsal orang Indian mengatakan: “Dengarlah, sebab kalau tidak, lidahmu akan membuat telingamu tuli.” Simpati adalah memahami hati, pikiran, dan jiwa orang lain – termasuk motif, latar belakang, dan perasaan mereka. Semakin besar empati kita pada orang lain, semakin besar pula kita bisa menghargai dan menghormati mereka. Karena menyentuh perasaan dan jiwa orang lain, ibaratnya sama dengan berjalan di atas tanah yang suci. Untuk bisa berempati pada orang lain, kita harus mendengarkan mereka dengan mata dan hati kita, selain dengan telinga. Tetapi, kebanyakan orang mendengarkan bukan dengan niat untuk memahami, melainkan dengan niat untuk bereaksi. Kita sibuk menyaring semuanya melalui sudut pandang kita sendiri, bukannya  berupaya untuk memahami kerangka acuan orang lain yang kita dengarkan keluh-kesahnya.
Mendengarkan dengan niat memahami adalah sangat bermanfaat agar orang lain merasa nyaman ketika mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Ada kalanya persyaratan yang paling menantang untuk bersikap empati adalah menahan lidah di saat tergoda untuk bereaksi, memberikan saran, atau berbagi cerita kita sendiri. Para pendengar empati yang sejati bahkan dapat mendengar kata-kata yang diucapkan tanpa suara sekalipun. Kita tidak akan pernah sepenuhnya memahami orang lain sebelum kita melepaskan kacamata kita dan melihat dunia melalui kacamata orang yang kita dengarkan itu sendiri. Empati memerlukan keterbukaan. Keterbukaan yang menyatakan bahwa kita mau menerima orang lain yang mungkin memiliki pemikiran atau kemampuan yang melebihi pemikiran atau kemampuan kita sendiri.
Ketiga, prinsip persatuan. Jerry Ellis menulis: “Kita semua adalah benang yang rapuh, tapi bisa membuat permadani yang indah.” Mahatma Gandhi mengatakan bahwa salah satu tantangan terbesar di zaman kita sekarang ini adalah menemukan persatuan di antara keragaman. Persatuan menyiratkan kesatuan. Tetapi kesatuan tidak selalu menyiratkan kesamaan. Dengan kata lain, kita semua bisa saja merupakan individu unik yang berbeda-beda, namun melalui persatuan dalam tujuan bersama, kita dapat bekerja sama secara sinergis untuk menuntaskan tugas besar – tugas di mana yang keseluruhan lebih diutamakan daripada jumlah yang dari bagian-bagiannya saja.
Menemukan persatuan di antara kebhinekaan adalah salah satu tantangan terbesar dalam peradaban, namun bekerja sama amatlah penting untuk kebaikan bersama. Peluang kita untuk mengamalkan kehebatan kita sehari-hari semakin besar, jika kita membuat diri kita dikelilingi kelompok dan jaringan orang-orang lain. Karena keanekaragaman bakat dan pikiran, menambahkan cita rasa pada kehidupan dan membuka jalan untuk kerja sama dalam kelompok yang bersinergitas tangguh.
Hidup ini saling bergantung sifatnya. Namun, dalil hukum alamnya jelas, bahwa di kala kita merendahkan orang lain, maka kita sekaligus merendahkan diri sendiri. Sebaliknya di kala kita mengangkat martabat atau harga diri orang lain, maka kita sekaligus mengangkat martabat atau harga diri  kita sendiri. Presiden Mesir, Anwar Sadat mengatakan: “Tidak akan ada kebahagiaan hidup bagi orang yang mengorbankan orang lain.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar